Cita-cita Untuk Bunda (Eps.2)

Setelah kedua anaknya beranjak tidur, sang ibu bergegas mengambil air wudhu kemudian melaksanakan shalat sunnah dan setelah itu mengenadahkan kedua tangannya seraya berdoa dan memanjatkan puja-puji kepada Sang Pencipta.
“Ya Tuhan,, berikan mereka rezeki dan jalan untuk menggapai cita-citanya. Dan jangan sampai anakku tahu sesunguhnya apa yang sedang saya alami dan rasakan. Biarkan hamba melihat mereka bahagia, dan biarkan anakku selalu melihatku tersenyum.
Berikan selalu kasih sayang-Mu, dan lindungi mereka dengan kesehatanmu, Amin.” Harap dan doa sang ibu untuk anaknya sambil menangis yang tak henti-hentinya mengeluarkan air mata.

Seperti yang diketahui sebelumnya, dulu sang ibu pernah sakit-sakitan dan setelah berobat kepada dokter,,,secara mengejutkan, dokter memvonisnya bahwa sang ibu menderita leukimia akut. Sedangkan untuk biaya berobat, mereka tidak mempunyai nilai nominal yang harus mereka keluarkan untuk biaya perawatan.
Sementara harta mereka yang tersedia sudah habis terkuras setelah suaminya berfoya-foya menghabiskan harta bendanya dengan bermain judi hingga mereka menjadikan rumah hunian mereka sebagai jaminannya karena terlilit oleh hutang suaminya.

Hari berganti hari, bulan dan tahun pun kian berlalu.
Dewi dan Ayu semakin beranjak menjadi anak pintar dan berprestasi sehingga mereka mendapatkan sebuah beasiswa dari sekolahnya. Sang ibupun menangis haru dan gembira setelah mendengar berita tersebut dari cerita anaknya sendiri.
Hingga suatu waktu, Dewi anak paling besar mempunyai angan-angan untuk melanjutkan kesekolah favorit sementara Ayu, adiknya melanjutkan sekolah dimana kakaknya dulu pernah mengenyam pendidikan.
Dan akhirnya, Dewi diadopsi oleh orang tua asuh yang tak lain adalah orang yang pernah ditolong oleh ayahnya.
“Assalamu’alaikum, Bu Dyah.!!” Panggil orang tua asuh itu yang biasa dipanggil Pak Roni.
“Wa’alaikum salam” jawab Bu Dyah sembari membuka pintu depannya.
“Oh, Pak Roni..Bu Dina..!!”
“Mari masuk Pak, Bu..!!” ajak Bu Dyah sambil mengajaknya untuk masuk dan duduk dilantai yang beralaskan tikar.
“Dewi dan Ayu pada kemana, Bu..??” tanya Pak Roni.
“ Oh, ada dibelakang,,,bentar saya panggil” jawab Bu Dyah sambil memberitahu dimana anak mereka berada.
“Dewi,,, Ayu,,,,!!”
“Sini, Nak…!! ada Paman Roni dan Bibi Dina nih…!!” panggil ibunya sembari menyebutkan siapa yang datang.
“Iya, Bu..,, sebentar..!!” sahut keduanya yang kemudian mendatangi ibunya.
“Nah, beri salam dulu sama paman dan bibi, nak..!!” pinta ibunya yang dilaksanakan oleh kedua anaknya tersebut.
“Wah, sudah pada besar yah sekarang..!!” cetus Pak Roni.
“Siapa yang nilainya paling tinggi nih..??” Pak Roni bertanya.
Lalu kedua anak itu tertunduk malu untuk menjawab dan hanya menebarkan senyum saja
“Dewi nilainya cukup bagus, Pak..!!”
“Kalau Ayu, lumayanlah, kan msih kecil dan perlu banyak belajar banyak lagi.” memberitahukan prestasi anaknya sembari merangkul mereka berdua dengan hangat.
“Ya sudah,,,sekarang siapa yang mau ikut dengan paman..??” ajak Pak Roni.
Dewi dan Ayu pun spontan menatap sosok ibunya.
“Ayo,,,Dewi atau Ayu yang mau ikut dengan Bu Dina…??” tanya ibu Dyah kepada kedua anaknya.
“Ayu,,,!!” tanya Bu Dina
“Gak mau,,,Ayu pengen dekat dengan ibu..!!” tolak Ayu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bagaimana dengan Dewi..??” tanya Bu Dina lagi.
“Kalau ibu mengijinkan, Dewi ikut.”
“Tapi, kalau Dewi ikut, siapa yang akan mengurus dan merawat ibu..??”
“Lalu, siapa yang akan menemani Ayu” tanya Dewi beruntun sambil memeluk tubuh ibunya.
“Ya sudah,,,,kamu saja yang ikut dengan Paman dan Bibi, katanya punya citi-cita menjadi seorang dokter, kejarlah selagi bisa…kalau ibu kan masih bisa mengurus ibu sendiri dan Ayu nanti ibu yang nemenin.”timpal ibu Dyah sambil memberikan semangat dengan mengecup kening Dewi berulang-ulang.
“Betul kata ibumu,Wi.!! Toh, nanti kalau kamu liburan sekolah, kita bisa berkunjung lagi kesini bersama-sama, ya kan Bu..??cetus Pak Roni menyambung bujukan bu Dyah sembari memberikan harapan kepada Dewi.
“Kalau begitu, Dewi mau ikut Paman dan Bibi tapi janji, kalau libur sekolah, Dewi boleh ikut ibu, ya..!! jawab Dewi sedikit bimbang.
“Bergegaslah ganti bajumu..!!” suruh ibunya.
“Iya, Bu..!! jawab Dewi singkat dan bergegas masuk kekamar untuk mengganti pakaiannya.



Obrolan sesaat diruang tengah…….

“Sebelumnya saya minta maaf kepada Pak Roni, Bu Diah karena sudah merepotkan dan telah banyak sekali membantu keluarga ini, entah kapan kebaikan Bapak dan Ibu bisa saya balas.” Kalimat yang keluar dari bibir bu Dyah yang terbata-bata.
“Enggak kok, Bu..!! ibu tidak usah bicara seperti itu, justru kamilah yang seharusnya berbicara seperti ini,,, jasa almarhum dan keluarga ini belum bisa saya balas dengan apapun juga dan ini belum seberapa dibandingkan pengorbanan almarhum.
Yang terpenting Ibu dan Ayu pintar-pintar jaga kesehatannya dan Dewi biar saya asuh seperti anak saya sendiri.” balas Bu Dina menanggapi ucapan Bu Dyah.
“Ayo, nak,,, kamu sudah siap..??” tanya Bu Dina.
“I,,,I,,,Iya, tante..!!” sahut Dewi terbata.
“Sekarang pamit dulu sama Ibu dan Ayu, ayo..!!” pinta Pak Roni tuntas.
“Adekku yang cantik,imut dan baik hati,,,, kakak minta Ayu jagain ibu, yah.!! Jangan nakal, bantu ibu.. nanti kalau pulang, kakak akan berikan hadiah boneka buat Ayu, mau…??” timpal kakaknya sembari memeluk erat adiknya yang terlihat menangis tersendat-sendat.
“Ibu, maafkan Dewi.!! Dewi harus meninggalkan ibu disini, meninggalkan Ayu dan rumah ini. Ibu, jaga diri ibu baik-baik,, Dewi pasti kembali dengan cita-cita Dewi dan apa yang telah ibu harapkan.” Ungkapan haru yang disertai isak tangis dan pelukan hangat menyertai kalimat yang keluar dari mulut Dewi.
“Iya anakku saying..!! kejarlah impianmu, doa ibu akan selalu bersamamu,nak. Jangan nakal dan membantah perintah orang tua barumu. Dan jangan hiraukan, ibu disini akan selalu baik-baik saja dan akan menunggu calon dokter kerumah ini.” balas ibunya dengan pelukan dan linangan airmata yang menandakan keikhlasan.sesekali mengusap airmata yang jatuh dipipinya.
“Ibu…..Ibu…..Ibu….!!” tangis Dewi menjauh.

Dan setelah itu, melajulah mobil yang ditumpangi Dewi dan keluarga barunya dan sebelumnya keluarga itu sudah memberikan alamat lengkap dimana nantinya Dewi dan keluarga itu tinggal.

Suasana kehilangan masih menyelimuti rumah kecil yang berada dibawah kolong jembatan itu, walaupun kepergian anaknya Dewi, sudah memasuki tahun kedua. Ditambah lagi Ayu, anak paling kecil selalu mengigau tatkala sedang tidur dengan menyebut nama kakaknya, Dewi. Terus dan terus hingga berimbas kepada kesehatan ibunya yang merasa iba kebathinannya melihat anaknya selalu murung dan dilanda kesedihan. Dan akhirnya ibunya jatuh sakit hingga berminggu-minggu.
Semakin hari bukannya semakin membaik, tetapi malah semakin parah.
“Nak, jangan sedih terus,, kakakmu pasti datang. Kan sebentar lagi kenaikan kelas, kakakmu janji akan pulang dan membawakanmu hadiah boneka, ingat gak..??” ibunya mencoba menghibur.
“Iya, Bu..!! tapi kok lama banget.. ibu kan lagi sakit, bukannya pulang dulu sebentar, kek…!!” gerutu Ayu merasa kesal terhadap kakaknya.
“Sabar,,,, nanti juga tiba waktunya,,, kakakmu pasti datang..!!” hibur sang ibu lagi.
“uhukk,,,uhukk,,uhukk..!!” Ibunya batuk-batuk sambil menutup mulutnya dengan sapu tangan berwarna biru muda.
“Bu,,,Ibu kenapa…??” tanya Ayu cemas.
“Ibu tidak apa-apa, Nak..!!” jawabnya tersenyum.
“Ayu ambilkan minum ya, Bu..!!” mohon Ayu membantu ibunya dengan mengambilkan segelas air minum.
“Terimakasih, sayang..!!” jawab ibunya mengiyakan bantuannya.
Segeralah Ayu bergegas kedapur dan mengambil gelas untuk diisi air hangat.
Sementara ibunya terkejut ketika membuka perlahan sapu tangannya yang disembunyikan ternyata banyak bercak darah kental.
“Ya Tuhan,,, apakah ini pertanda..???”
“Jika benar demikian, pertemukan hamba dulu dengan buah hati hamba yang bernama Dewi. Dan jika ini saatnya hamba harus menghadapMu,,,, jaga selalu mereka, lindungi mereka dan berikanlah kemudahan rezeki dan kemudahan dalam menjalani hidup setelah hamba meninggalkannya.” Celoteh dalam hati yang dibarengi menetesnya airmata yang mulai sayu dan terlihat seperti kelelahan.
“Ini Bu, air minumnya..!!”
“Kenapa ibu menangis,, ada apa..??” tanya Ayu sambil meletakkan gelas air minum yang dibawanya keatas meja samping ibunya terbaring.
 “Ibu tidak apa-apa, Nak..!!” kilah ibunya.
“Terus, kenapa ibu sampai menangis…??” tanya Ayu lagi merasa belum puas atas jawaban ibunya tadi.
“Ibu menangis karena ibu merasa bangga memiliki anak seperti kalian, pengertian, berbakti, cantik-cantik, taat agama dan mempunyai cita-cita yang mulia. Semoga Tuhan selalu berada bersama kalian dan melindungi kalian.” Ibunya memberikan alasan padahal hatinya merintih kesedihan dalam hatinya, yang sepertinya tahu bahwa ajal sudah didepan matanya.
“Anakku, sayang..!! bisa bantu ambilkan dompet ibu diatas lemari itu..??” pinta sang ibu.
“Iya, Bu..!!” segera Ayu melaksanakan permintannya dengan mengambilkan dompet ditempat yang telah disebutkan.
“Ini, Bu..!!” diberikannya dompet itu.
Kemudian dibukanya dompet yang berwarna coklat itu, lalu diambilnya selembar kartu nama yang bertuliskan Roni Suganda.
“Nak, ini alamat kakakmu,,, simpan baik-baik. Suatu saat jika kamu ingin menjenguk atau sekedar ingin bertemu, kamu bisa mendatangi alamat itu.” cetus sang ibu dengan merahasiakan maksud sebenarnya.
“Kok diberikan ke Ayu, Bu..!!”
“Bukankah kita akan sama-sama menjenguknya setelah ibu sembuh..??” Ayu merasa heran.
“Ibu sudah tua, Nak,,,!! Sakit-sakitan lagi. Dan kamu masih muda, masih kuat untuk berjalan jauh. Nanti, dimana rindu dengan kakakmu, kamu bisa pergi sendiri menjumpainya tanpa harus dengan ibu.” Mencoba cari alasan lagi
“Ya sudah kalau begitu mau ibu..!!” balas Ayu kesal.
“Sekarang Ayu mau ke warung dulu, Bu,,!! Untuk membeli obat batuk ibu, kan tadi ibu batuk-batuk.” Ayu pamit untuk membeli obat batuk.


0 komentar :

Posting Komentar

Dikomentarin Dong.......!!!

 
;