0 komentar

Cita-cita Untuk Bunda (Eps.1)

Disebuah kolong jembatan dipinggiran kota yang terlihat sedikit kumuh, kotor dan pemandangan yang kurang enak dipandang mata kebanyakan. Hiduplah sebuah keluarga yang kurang beruntung (ya.. bias dibilang begitu), dan hidup dibawah orang-orang yang berkecukupan.
Hidup sebagai pemulung adalah salah satu jalan terakhir yang harus mereka lakukan setiap harinya sebagai penyambung hidup dan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari  meski hasil yang didapat belum pasti bisa mencukupinya ditengah-tengah glamournya kehidupan kota sekitar dan tuntutan ekonomi pada umumnya.
Ibu Dyah, adalah seorang wanita pahlawan bagi anak-anaknya yang masih kecil sebut saja Ayu yang berumur 5 tahun dan kakaknya Dewi yang berumur 7 tahun.
Mereka berdua sehari-harinya membantu ibunya dalam mencari nafkah setelah mereka selesai mengikuti pelajaran dari sekolahnya, maklum Ayahnya yang seorang tukang ojek meninggal dunia ketika kakaknya Dewi masih berumur 5 tahun karena tragedi yang dialaminya setelah membantu sebuah keluarga yang mengalami sebuah perambokan bersenjata yang sialnya menimpa sang ojek tersebut.

Gelap malam saat itu mulai menyingsing perlahan. Suara kokok ayam sedari tadi terdengar riuh bersahutan. Terdengar suara gemercik air dari belakang rumah seperti orang mengambil air dari bak penampungan air yang terbuat dari drum plastic berwarna biru terbalut sedikit lumut hijau.
“ Ibu, bangun bu…!! Hari sudah mau pagi, nanti keburu telat untuk shalat shubuh !!“. Dewi membangunkan ibunya sembari mengingatkan ibunya untuk shalat shubuh.
“ Oh, kamu Wi,..!!
“ Sudah shalat toh…??”
“Adikmu sudah bangun blom…??”
“Bangunin cepat adikmu, Wi..!! Timpal Ibunya sambil menyuruh membangunkan adiknya yang tidur dikamar samping dekat dapur yang berukuran cukup kecil.
“Iya, Bu..!! cetus Dewi singkat, sambil bergegas berjalan menuju kamar adiknya.
“ Yu,, Ayu bangun..!!”
“ Sudah mau pagi “. Bangunkan adiknya sambil menyibakkan rambutnya yang menutupi sebagian wajahnya.
“ Kakak !!” kaget adikya melihat kakaknya.
“Cepat bangun, terus shalat shubuh..!!”
“Ibu sudah dibelakang rumah tuh nimba air, sekalian saja ambil wudhu dan shalat bareng ma ibu..” Timpal Dewi sembari membantunya untuk bangun dari tempat tidurnya.
“Ibu..!!” rengek Ayu kepada ibunya.
“Eh, Ayu.. sudah bangun toh…!! Ambil wudhu sana, nanti kita shalat bareng.” Ajak ibunya untuk mengambil wudhu.
“ Kak Dewi kok nggak ikut shalat, Bu…??” Tanya Ayu sambil mengangkat air timba yg berada diember.
“Kak Dewi sudah shalat tadi, dia bangun lebih awal” Ibunya menjelaskan.

Lalu mereka berduapun mengambil air wudhu dan segera melaksanakan shalat shubuh bersama. Sementara Dewi sedang menyiapkan bahan-bahan untuk dimasak.
“Sedang apa, Nak..??” Tanya ibunya sembari membuka mukenanya perlahan.
“Oh, Ibu..!! Sudah shalatnya, Bu..!!”
“Ini saya sedang membuat sarapan pagi.” Timpal Dewi sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng.
“Ya sudah, nanti ibu bantu setelah ibu ganti baju.” Sambung ibunya dan bergegas menuju kekamar untuk ganti baju.
Dan merekapun bahu-membahu menyiapkan sarapan pagi untuk disantap. Pagi ini, mereka harus berangkat sekolah lebih awal karena Dewi, kebagian tugas piket disekolahnya.
“Dewi, mana adikmu…??”
“Panggil cepat, nanti keburu siang” pinta ibunya kepada Dewi, kakaknya.
“Baik, Bu…!!” jawab Dewi singkat.
Dan merekapun menyegerakan sarapan pagi seadanya, lalu bergegas pamit untuk berangkat kesekolah.
“Ibu, Dewi berangkat dulu yah…!!” pamit Dewi.
“Ayu juga, Bu…!!” sambung Ayu ikuti ucapan kakaknya.
“Assalamu’alaikum..!!” ucap kompak mereka berdua untuk pamit.
“Iya, hati-hati nak..!! Wa’alaikum salam..!!
“Belajar yang baik, yah…!!” timpal ibunya tersenyum.
Kedua anak itupun bergegas pergi kesekolah dengan berjalan kaki, Ayu yang masih mengenyam pendidikan di Taman kanak-kanak, lebih dulu tiba di sekolahnya sementara Dewi masih harus menempuh 100m dari Taman kanak-kanak dimana Ayu belajar.
Ayu mengikuti pelajaran di Taman kanak-kanak karena mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat karena ketidakmampuan orang tuanya.
Sementara Dewi, kakaknya mendapatkan bantuan dan orang tua asuh dari keluarga yang pernah ditolong oleh ayahnya ketika perampokan.


Sementara  dirumah, Sang ibu membereskan rumah kecilnya yang semua terbuat dari triplek dan sebagian terlihat terbuat dari bekas karton pabrikan yang mereka temple di sudut-sudut rumahnya. Lalu segera pergi untuk mencari nafkah sebagai pemulung dengan mengais sebuah karung yang berukuran cukup besar dan sebatang besi untuk mengkait barang-barang bekas tersebut.
0 komentar

Cita-cita Untuk Bunda (Eps.2)

Setelah kedua anaknya beranjak tidur, sang ibu bergegas mengambil air wudhu kemudian melaksanakan shalat sunnah dan setelah itu mengenadahkan kedua tangannya seraya berdoa dan memanjatkan puja-puji kepada Sang Pencipta.
“Ya Tuhan,, berikan mereka rezeki dan jalan untuk menggapai cita-citanya. Dan jangan sampai anakku tahu sesunguhnya apa yang sedang saya alami dan rasakan. Biarkan hamba melihat mereka bahagia, dan biarkan anakku selalu melihatku tersenyum.
Berikan selalu kasih sayang-Mu, dan lindungi mereka dengan kesehatanmu, Amin.” Harap dan doa sang ibu untuk anaknya sambil menangis yang tak henti-hentinya mengeluarkan air mata.

Seperti yang diketahui sebelumnya, dulu sang ibu pernah sakit-sakitan dan setelah berobat kepada dokter,,,secara mengejutkan, dokter memvonisnya bahwa sang ibu menderita leukimia akut. Sedangkan untuk biaya berobat, mereka tidak mempunyai nilai nominal yang harus mereka keluarkan untuk biaya perawatan.
Sementara harta mereka yang tersedia sudah habis terkuras setelah suaminya berfoya-foya menghabiskan harta bendanya dengan bermain judi hingga mereka menjadikan rumah hunian mereka sebagai jaminannya karena terlilit oleh hutang suaminya.

Hari berganti hari, bulan dan tahun pun kian berlalu.
Dewi dan Ayu semakin beranjak menjadi anak pintar dan berprestasi sehingga mereka mendapatkan sebuah beasiswa dari sekolahnya. Sang ibupun menangis haru dan gembira setelah mendengar berita tersebut dari cerita anaknya sendiri.
Hingga suatu waktu, Dewi anak paling besar mempunyai angan-angan untuk melanjutkan kesekolah favorit sementara Ayu, adiknya melanjutkan sekolah dimana kakaknya dulu pernah mengenyam pendidikan.
Dan akhirnya, Dewi diadopsi oleh orang tua asuh yang tak lain adalah orang yang pernah ditolong oleh ayahnya.
“Assalamu’alaikum, Bu Dyah.!!” Panggil orang tua asuh itu yang biasa dipanggil Pak Roni.
“Wa’alaikum salam” jawab Bu Dyah sembari membuka pintu depannya.
“Oh, Pak Roni..Bu Dina..!!”
“Mari masuk Pak, Bu..!!” ajak Bu Dyah sambil mengajaknya untuk masuk dan duduk dilantai yang beralaskan tikar.
“Dewi dan Ayu pada kemana, Bu..??” tanya Pak Roni.
“ Oh, ada dibelakang,,,bentar saya panggil” jawab Bu Dyah sambil memberitahu dimana anak mereka berada.
“Dewi,,, Ayu,,,,!!”
“Sini, Nak…!! ada Paman Roni dan Bibi Dina nih…!!” panggil ibunya sembari menyebutkan siapa yang datang.
“Iya, Bu..,, sebentar..!!” sahut keduanya yang kemudian mendatangi ibunya.
“Nah, beri salam dulu sama paman dan bibi, nak..!!” pinta ibunya yang dilaksanakan oleh kedua anaknya tersebut.
“Wah, sudah pada besar yah sekarang..!!” cetus Pak Roni.
“Siapa yang nilainya paling tinggi nih..??” Pak Roni bertanya.
Lalu kedua anak itu tertunduk malu untuk menjawab dan hanya menebarkan senyum saja
“Dewi nilainya cukup bagus, Pak..!!”
“Kalau Ayu, lumayanlah, kan msih kecil dan perlu banyak belajar banyak lagi.” memberitahukan prestasi anaknya sembari merangkul mereka berdua dengan hangat.
“Ya sudah,,,sekarang siapa yang mau ikut dengan paman..??” ajak Pak Roni.
Dewi dan Ayu pun spontan menatap sosok ibunya.
“Ayo,,,Dewi atau Ayu yang mau ikut dengan Bu Dina…??” tanya ibu Dyah kepada kedua anaknya.
“Ayu,,,!!” tanya Bu Dina
“Gak mau,,,Ayu pengen dekat dengan ibu..!!” tolak Ayu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bagaimana dengan Dewi..??” tanya Bu Dina lagi.
“Kalau ibu mengijinkan, Dewi ikut.”
“Tapi, kalau Dewi ikut, siapa yang akan mengurus dan merawat ibu..??”
“Lalu, siapa yang akan menemani Ayu” tanya Dewi beruntun sambil memeluk tubuh ibunya.
“Ya sudah,,,,kamu saja yang ikut dengan Paman dan Bibi, katanya punya citi-cita menjadi seorang dokter, kejarlah selagi bisa…kalau ibu kan masih bisa mengurus ibu sendiri dan Ayu nanti ibu yang nemenin.”timpal ibu Dyah sambil memberikan semangat dengan mengecup kening Dewi berulang-ulang.
“Betul kata ibumu,Wi.!! Toh, nanti kalau kamu liburan sekolah, kita bisa berkunjung lagi kesini bersama-sama, ya kan Bu..??cetus Pak Roni menyambung bujukan bu Dyah sembari memberikan harapan kepada Dewi.
“Kalau begitu, Dewi mau ikut Paman dan Bibi tapi janji, kalau libur sekolah, Dewi boleh ikut ibu, ya..!! jawab Dewi sedikit bimbang.
“Bergegaslah ganti bajumu..!!” suruh ibunya.
“Iya, Bu..!! jawab Dewi singkat dan bergegas masuk kekamar untuk mengganti pakaiannya.

0 komentar

Cita-cita Buat Bunda (Eps.3)

Sementara ibunya mencoba bertahan menahan kesakitan, mencoba tegar, ikhlas, dan tawakal.
“Allahu Akbar..!!”
“Laillahaillallah,, muhammadarosullullah”. Ucap dalam hati terbata-bata.
“Ya Allah, Ya Tuhanku,,, mudahkanlah jalanku, ampuni hambamu ini, segerakan sakaratul mautmu sebelum hamba melihat kesedihan yang teramat sangat dari buat hati hamba yang taat, hamba mohon Ya Allah.!! Asshaduallaillahaillah Wa’ashaduannamuhammadarrosulullah..!!” doa dan kalimat terakhir yang diucapkan Bu Dyah meski dalam hati yang diakhiri menutupnya mata dan berhentinya aktifitas organ tubuhnya dengan raut wajat yang bercahaya.

Di perjalanan menuju pulang, Ayu seperti mendapatkan sebuah firasat buruk yaitu obat batuk dalam kemasan botolnya terjatuh ketanah berserakan secara tiba-tiba.
“Astagfirullah…!!” ucapnya terkejut
Tanpa pikir panjang, Ayu segera berlari dan berlari menuju rumahnya dan menemui  ibunya yang sedang terbaring lemas tak berdaya.
“Ibu…. Ibu…. Ibu….!!” Teriak Ayu cemas.
“Bu, bangun Bu..!!” lirihnya sambil menarik-narik bajunya yang bermotif batik.
“Bu, Ayu sudah pulang, Bu..!!”
“Bangun dong, Bu..!!” harap lirihnya sambil menempelkan tangan ibunya dipipi sebelah kiri.
Teriak Ayu pun semakin menjadi tatkala tangan ibunya terasa dingin dengan kulit mulai berwarna pucat hingga denyut nadi ditangannya tiada berdenyut semestinya.
“Bu…..!!!” teriak Ayu.
“Ibu, jangan tinggalkan Ayu, Bu..!!”
“Ayu mohon..!!”
“Bangun, Bu…!!”
“Ibu….Ibu…..!!!” teriak Ayu yang sekencang-kencangnya hingga suaranya semakin parau dan tersendak-sendak.
Dan ternyata teriakan keras Ayu mengundang para tetangga berdatangan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dirumah itu. Dan ketika ditemuinya, terlihat seorang gadis kecil terkulai layu disamping ibunya yang telah meninggal.
“Innalillahi wainalillahi roji’un…!!” ucap para tetangga kompak.
Akhirnya para tetangga secara gotong royong mengurus pemakaman ibu Dyah karena warga menyadari bahwa keluarga ini termasuk keluarga yang kurang mampu.
Sementara anaknya Ayu, masih dalam keadaan tidak sadarkan diri karena masih merasa shock atas kematian ibu tercinta, dan sementara tinggal dengan tetangga yang simpati terhadapnya.

Dilain tempat, Dewi anaknya dan kakak dari Ayu mendapatkan firasat buruk juga yaitu ketika bercermin dikamarnya ternyata cermin yang berada didepannya jatuh dan menimpa kakinya.
“Praakkk..!!” cermin dikamar Dewi jatuh.
“Astagfirullah” Dewi spontan berucap.
“Apa yang terjadi ya…!!” tanya Dewi dalam hati.
“Wi, suara apa itu..??” tanya Bu Dina merasa kaget.
“I..ini, tante,,, cerminnya jatuh..!!” sahut Dewi sedikit terbata.
“lho,kok bisa…??” tanya Bu Dina heran.
“Dewi juga tidak tahu, tante,, tiba-tiba saja cermin ini jatuh” Dewi menjelaskan kronologis kejadian.
“Ya sudah,,, sekarang bersihkan puingnya,,,,nanti terinjak kakimu..!!” suruh Bu Dina.
“Iya, tante..!!” sahut Dewi
“Apakah ini sebuah firasat dari ibu dan Ayu..?? semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan mereka.” Bertanya-tanya dalam hati seraya mengaburkan pikiran negativenya.
“Tante, kapan kita mengunjungi ibu dan Ayu..??” tanya Dewi sembari mengingatkan janjinya.
“Oh iya…!!”
“Tunggu paman pulang dulu dari luar kota, yah..!! 2 hari lagi paman pulang,,,,sekalian membeli boneka kesukaannya Ayu. Harga disanakan lebih murah dan bonekanya bagus-bagus.” Kata Bu Dina sembari mengelus-elus rambut Dewi yang panjang terurai.
“Jadi kamu sabar aja, ya..!!” sambung Bu Dina.
“Iya, tante..!!” pungkas Dewi lemas.

0 komentar

Cita-Cita Untuk Bunda (Eps.4)


Dan atas petunjuk alamat tersebut, Pak polisi pun tidak menyia-nyiakan waktunya untuk mendatangi kediaman Pak Roni.
“Tok…tok…tok…!!” suara pintu diketuk dari luar
“Selamat siang, Pak..!!” Tanya pak polisi
“Siang juga, ada keperluan apa bapak-bapak datang kesini..??” tanya Pak Roni kebingungan dan sedikit bertanya-tanya.
“Apakah benar ini alamatnya Bpk Roni Suganda..??” Pak polisi bertanya sambil membacakan nama dan alamat yang yang tertera didalam kartu nama tersebut.
“Iya, betul.., saya sendiri..!!”
“Ada yang bisa saya bantu, Pak..!!” kembali Pak Roni bertanya penasaran.
“Begini Pak Roni,, ada seorang anak gadis yang berumur sekitar 5-6 tahunan tadi pagi mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia ketika dalam perjalanan menuju rumah sakit akibat pendarahan yang hebat. Dan sekarang jenazahnya sedang dalam pengawasan dirumah sakit. Apakah Bapak mengenal anak ini atau merasa kehilangan keluarga..??” Pak polisi mencoba menjelaskan perihal kedatangannya dan memberitahukan insiden yang menimpa gadis malang itu.
“Anak..?? saya tidak mempunyai anak, Pak..!! memang sih, saya mengadopsi anak perempuan tp umurnya sekitar 9 tahun dan itupun sedang berada diruangannya.” Pak Roni menjelaskan perihal anggota keluarganya dengan diliputi kebingungan.
“Tapi sebentar, Pak..!! saya tanya dulu kepada istri saya..!!” sambung Pak Roni.
“Mah,,, mamah..!! kesini dulu, mah..!!” teriak Pak Roni memanggil istrinya.
“Ada apa, Pah..!!” Bu Dina membalas sahutannya.
“Lho, kok ada polisi..??”
“Ini kenapa, Pah..?? Papah sudah melakukan kesalahan apa..??” Bu Dina kebingungan.
“Pak polisi, suami saya salah apa..??” sambung Bu Dina yang bertanya cemas dan terkejut.
“Ibu,, saya beserta bapak-bapak ini kesini hanya berdasarkan alamat dalam kartu nama ini, dan kartu nama ini sendiri kami dapati dalam genggaman seorang anak gadis yang meninggal karena kecelakaan di terminal tadi pagi.” Terang Pak polisi perihal kedatangannya.
“Gadis kecil,, kecelakaan..??” Bu Dina bertanya heran.
“Saya masih kurang begitu paham maksud dari bapak-bapak ini..??” sambung Bu Dina lagi.
“Ya sudah,, baiknya Bapak dan Ibu melihat dulu jenazah anak itu dan ini alamat rumah sakitnya.” Pak Polisi menyarankan agar mengecek ke rumah sakit.
“Baiklah,, saya akan melihat jenazah anak siapa dan siapa sebenarnya gadis itu.”
“Bu,,, pamggil Dewi.. kita sama-sama ke rumeh sakit tersebut.” Pak Roni mengakhiri perbincangannya dengan pak polisi sembari menyuruh istrinya untuk mengajak Dewi kerumah sakit.
“Wi,, ikut paman dan bibi ke rumah sakit yuk…!! Ajak Bu Dina sembari memanggil Dewi di kamarnya dengan rasa penuh penasaran.
“Iya, tante..!! kerumah sakit..??”
“Emangnya siapa yang sakit, tante..??” sahut Dewi  bertanya dalam kamar.
“Ada anak kecil yang tertabrak diterminal dan dia menggenggam kartu nama atas nama Bapak.” Bu Dina menjelaskan maksud dan tujuannya.
“Owh,, kalau begitu, Dewi ganti pakaian dulu sebentar, tante..!! balas Dewi sambil bergegas mengganti pakaiannya.
Tak berapa lama kemudian mereka sekeluargapun melaju dengan mobilnya menuju rumah sakit dengan didampingi beberapa polisi yang tadi datang kerumahnya.

Setibanya dirumah sakit, mereka langsung memarkir mobilnya ditempat yang telah disediakan dan segera keluar dari dalam mobil menuju lobi rumah sakit tersebut.
“Pak Roni dan Ibu,, ini rumah sakitnya.” ucap Pak Polisi.
“Terimakasih, Pak..!!” jawab Pak Roni singkat.
“Ayok,,, kita sama-sama masuk..!!” ajak pak polisi.
“Iya,, terimakasih Pak, mari..!!” jawab Pak Roni sambil mempersilahkan pak polisi untuk berjalan duluan.
Dan setelah Pak polisi tiba didepan pintu ruangan dimana jenazah anak kecil itu terbaring, pak polisi mempersilahkan keluarga ini untuk memeriksa jasad tersebut.
“Pak, Bu,,, silahkan bapak sekeluarga masuk dan memeriksa jenazah anak itu, siapa tahu bapak dan ibu mengenal identitas sebenarnya anak itu.
“Baik, Pak..!! terimakasih banyak bantuannya..!!” timpal Pak Roni.
“Ayo, mah,, kita periksa..!!” ajak Pak Roni kepada Dewi dan istrinya.
Akhirnya mereka bertigapun masuk pelan dengan wajah diselimuti rasa penasaran akan siapa sebenarnya anak ini hingga bisa memegang kartu namanya.
Sementara Dewi berjalan dibelakang mereka berdua.

Dan betapa terkejutnya bukan main tatkala Pak Roni menyibakkan kain yang menutupi mukanya yang tak lain adalah sosok gadis kecil yang pernah ia temui dan tak lain, adik dari anak asuhnya yang bernama Ayu.
“Laillahailallah,,, Innalillahiwainnaillahi roji’un..!!” sontak Pak Roni terkejut setelah membuka kain penutup wajah anak itu.
“Mah,, Dewi,, ini Ayu…!!” Pak Roni memberitahu bahwa yang terbaring tak berdaya adalah Ayu sembari menatap kosong kearah Dewi dan istrinya.
Sontak Dewi berlari dan mendekati jenazah adiknya sembari berteriak memanggil nama adiknya yang amat dia sayangi. Sementara Pak Roni dan Bu Dina hanya terdiam membisu menatap wajah mungil Ayu yang terbaring tak bernyawa dengan menangis dan kedua belah tangannya menutupi sebagian wajahnya seakan tak percaya.
“Ayu….Ayu….!!” teriak panjang Dewi seakan memekakkan seluruh telinga yang berada dalam rumah sakit itu.
“Ayu bangun,, ini kakak sayang..!! maafkan kakak, kakak tidak bisa menjaga Ayu,,, kakak telah meninggalkan Ayu dan ibu, kakak mohon,,,, maafkan kakak ya..!!” lirih Dewi disamping jenazah adiknya itu.
“Sudahlah, Nak… sabar..!!” Bu Dina coba menenangkan hati Dewi.
Dan tak lama kemudian, Pak polisi menghampiri keluarga yang berkabung ini.
“Apakah jenazah ini bagian dari keluarga Bapak..??” tanya Pak polisi kepada Pak Roni.
“Iya, Pak..!! saya mengenalnya dengan baik, dia sudah saya anggap sebagai bagian dari keluarga ini. Dia adalah adik dari anak yang saya asuh dan itu sudah menjadi tanggungjawab saya dan keluarga, dan saya ucapkan banyak terimakasih karena bapak telah memberitahu kami akan hal ini” cetus Pak Roni kepada pak polisi sembari mengucapkan terimakasih.
“Baiklah, Pak..!! saya serahkan sepenuhnya jenazah ini kepada bapak untuk mengurusnya dengan baik.”
“Kalau begitu, saya permisi pamit, Pak..!!” Pak polisi menyerahkan barang bawaan Ayu sembari meminta ijin untuk pamit dan langsung meninggalkan ruangan itu.
Tak lama kemudian petugas kamar jenazah mendatangi keluarga ini untuk memberitahukan bahwa jenazah Ayu segera akan dibersihkan.
“Nak,, sudah, sabar ya..!! mungkin ini sudah jalannya, kamu harus ikhlas,, ini cobaan, tegar ya..!!” pinta Bu Dina sambil merangkul tubuh Dewi untuk membiarkan para perawat untuk mengurus jenazah tersebut.
“Bapak,, Ibu,, dan Adik..!! bisa tunggu diluar sebentar, saya dan petugas kamar ini akan membersihkan dan memandikan jenazah tersebut. Dan bapak bisa mengurus administrasinya didepan supaya para petugas bisa memandikannya dengan segera dan bisa segera dimakamkan.” ucap salah seorang petugas kamar jenazah sembari mempersiapkan segala keperluan untuk memandikan jenazah tersebut.
“Baik, Pak..!! terimakasih sebelumnya.!!” sahut Pak Roni.
“Mari, Mah,, Dewi…!! Kita keluar sebentar supaya petugas bisa lebih focus mengurusnya.” ajak Pak Roni dan menuju keluar ruangan untuk segera menyelesaikan administrasi.

2 komentar

Noah Batam









 
;