Cita-Cita Untuk Bunda (Eps.4)


Dan atas petunjuk alamat tersebut, Pak polisi pun tidak menyia-nyiakan waktunya untuk mendatangi kediaman Pak Roni.
“Tok…tok…tok…!!” suara pintu diketuk dari luar
“Selamat siang, Pak..!!” Tanya pak polisi
“Siang juga, ada keperluan apa bapak-bapak datang kesini..??” tanya Pak Roni kebingungan dan sedikit bertanya-tanya.
“Apakah benar ini alamatnya Bpk Roni Suganda..??” Pak polisi bertanya sambil membacakan nama dan alamat yang yang tertera didalam kartu nama tersebut.
“Iya, betul.., saya sendiri..!!”
“Ada yang bisa saya bantu, Pak..!!” kembali Pak Roni bertanya penasaran.
“Begini Pak Roni,, ada seorang anak gadis yang berumur sekitar 5-6 tahunan tadi pagi mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia ketika dalam perjalanan menuju rumah sakit akibat pendarahan yang hebat. Dan sekarang jenazahnya sedang dalam pengawasan dirumah sakit. Apakah Bapak mengenal anak ini atau merasa kehilangan keluarga..??” Pak polisi mencoba menjelaskan perihal kedatangannya dan memberitahukan insiden yang menimpa gadis malang itu.
“Anak..?? saya tidak mempunyai anak, Pak..!! memang sih, saya mengadopsi anak perempuan tp umurnya sekitar 9 tahun dan itupun sedang berada diruangannya.” Pak Roni menjelaskan perihal anggota keluarganya dengan diliputi kebingungan.
“Tapi sebentar, Pak..!! saya tanya dulu kepada istri saya..!!” sambung Pak Roni.
“Mah,,, mamah..!! kesini dulu, mah..!!” teriak Pak Roni memanggil istrinya.
“Ada apa, Pah..!!” Bu Dina membalas sahutannya.
“Lho, kok ada polisi..??”
“Ini kenapa, Pah..?? Papah sudah melakukan kesalahan apa..??” Bu Dina kebingungan.
“Pak polisi, suami saya salah apa..??” sambung Bu Dina yang bertanya cemas dan terkejut.
“Ibu,, saya beserta bapak-bapak ini kesini hanya berdasarkan alamat dalam kartu nama ini, dan kartu nama ini sendiri kami dapati dalam genggaman seorang anak gadis yang meninggal karena kecelakaan di terminal tadi pagi.” Terang Pak polisi perihal kedatangannya.
“Gadis kecil,, kecelakaan..??” Bu Dina bertanya heran.
“Saya masih kurang begitu paham maksud dari bapak-bapak ini..??” sambung Bu Dina lagi.
“Ya sudah,, baiknya Bapak dan Ibu melihat dulu jenazah anak itu dan ini alamat rumah sakitnya.” Pak Polisi menyarankan agar mengecek ke rumah sakit.
“Baiklah,, saya akan melihat jenazah anak siapa dan siapa sebenarnya gadis itu.”
“Bu,,, pamggil Dewi.. kita sama-sama ke rumeh sakit tersebut.” Pak Roni mengakhiri perbincangannya dengan pak polisi sembari menyuruh istrinya untuk mengajak Dewi kerumah sakit.
“Wi,, ikut paman dan bibi ke rumah sakit yuk…!! Ajak Bu Dina sembari memanggil Dewi di kamarnya dengan rasa penuh penasaran.
“Iya, tante..!! kerumah sakit..??”
“Emangnya siapa yang sakit, tante..??” sahut Dewi  bertanya dalam kamar.
“Ada anak kecil yang tertabrak diterminal dan dia menggenggam kartu nama atas nama Bapak.” Bu Dina menjelaskan maksud dan tujuannya.
“Owh,, kalau begitu, Dewi ganti pakaian dulu sebentar, tante..!! balas Dewi sambil bergegas mengganti pakaiannya.
Tak berapa lama kemudian mereka sekeluargapun melaju dengan mobilnya menuju rumah sakit dengan didampingi beberapa polisi yang tadi datang kerumahnya.

Setibanya dirumah sakit, mereka langsung memarkir mobilnya ditempat yang telah disediakan dan segera keluar dari dalam mobil menuju lobi rumah sakit tersebut.
“Pak Roni dan Ibu,, ini rumah sakitnya.” ucap Pak Polisi.
“Terimakasih, Pak..!!” jawab Pak Roni singkat.
“Ayok,,, kita sama-sama masuk..!!” ajak pak polisi.
“Iya,, terimakasih Pak, mari..!!” jawab Pak Roni sambil mempersilahkan pak polisi untuk berjalan duluan.
Dan setelah Pak polisi tiba didepan pintu ruangan dimana jenazah anak kecil itu terbaring, pak polisi mempersilahkan keluarga ini untuk memeriksa jasad tersebut.
“Pak, Bu,,, silahkan bapak sekeluarga masuk dan memeriksa jenazah anak itu, siapa tahu bapak dan ibu mengenal identitas sebenarnya anak itu.
“Baik, Pak..!! terimakasih banyak bantuannya..!!” timpal Pak Roni.
“Ayo, mah,, kita periksa..!!” ajak Pak Roni kepada Dewi dan istrinya.
Akhirnya mereka bertigapun masuk pelan dengan wajah diselimuti rasa penasaran akan siapa sebenarnya anak ini hingga bisa memegang kartu namanya.
Sementara Dewi berjalan dibelakang mereka berdua.

Dan betapa terkejutnya bukan main tatkala Pak Roni menyibakkan kain yang menutupi mukanya yang tak lain adalah sosok gadis kecil yang pernah ia temui dan tak lain, adik dari anak asuhnya yang bernama Ayu.
“Laillahailallah,,, Innalillahiwainnaillahi roji’un..!!” sontak Pak Roni terkejut setelah membuka kain penutup wajah anak itu.
“Mah,, Dewi,, ini Ayu…!!” Pak Roni memberitahu bahwa yang terbaring tak berdaya adalah Ayu sembari menatap kosong kearah Dewi dan istrinya.
Sontak Dewi berlari dan mendekati jenazah adiknya sembari berteriak memanggil nama adiknya yang amat dia sayangi. Sementara Pak Roni dan Bu Dina hanya terdiam membisu menatap wajah mungil Ayu yang terbaring tak bernyawa dengan menangis dan kedua belah tangannya menutupi sebagian wajahnya seakan tak percaya.
“Ayu….Ayu….!!” teriak panjang Dewi seakan memekakkan seluruh telinga yang berada dalam rumah sakit itu.
“Ayu bangun,, ini kakak sayang..!! maafkan kakak, kakak tidak bisa menjaga Ayu,,, kakak telah meninggalkan Ayu dan ibu, kakak mohon,,,, maafkan kakak ya..!!” lirih Dewi disamping jenazah adiknya itu.
“Sudahlah, Nak… sabar..!!” Bu Dina coba menenangkan hati Dewi.
Dan tak lama kemudian, Pak polisi menghampiri keluarga yang berkabung ini.
“Apakah jenazah ini bagian dari keluarga Bapak..??” tanya Pak polisi kepada Pak Roni.
“Iya, Pak..!! saya mengenalnya dengan baik, dia sudah saya anggap sebagai bagian dari keluarga ini. Dia adalah adik dari anak yang saya asuh dan itu sudah menjadi tanggungjawab saya dan keluarga, dan saya ucapkan banyak terimakasih karena bapak telah memberitahu kami akan hal ini” cetus Pak Roni kepada pak polisi sembari mengucapkan terimakasih.
“Baiklah, Pak..!! saya serahkan sepenuhnya jenazah ini kepada bapak untuk mengurusnya dengan baik.”
“Kalau begitu, saya permisi pamit, Pak..!!” Pak polisi menyerahkan barang bawaan Ayu sembari meminta ijin untuk pamit dan langsung meninggalkan ruangan itu.
Tak lama kemudian petugas kamar jenazah mendatangi keluarga ini untuk memberitahukan bahwa jenazah Ayu segera akan dibersihkan.
“Nak,, sudah, sabar ya..!! mungkin ini sudah jalannya, kamu harus ikhlas,, ini cobaan, tegar ya..!!” pinta Bu Dina sambil merangkul tubuh Dewi untuk membiarkan para perawat untuk mengurus jenazah tersebut.
“Bapak,, Ibu,, dan Adik..!! bisa tunggu diluar sebentar, saya dan petugas kamar ini akan membersihkan dan memandikan jenazah tersebut. Dan bapak bisa mengurus administrasinya didepan supaya para petugas bisa memandikannya dengan segera dan bisa segera dimakamkan.” ucap salah seorang petugas kamar jenazah sembari mempersiapkan segala keperluan untuk memandikan jenazah tersebut.
“Baik, Pak..!! terimakasih sebelumnya.!!” sahut Pak Roni.
“Mari, Mah,, Dewi…!! Kita keluar sebentar supaya petugas bisa lebih focus mengurusnya.” ajak Pak Roni dan menuju keluar ruangan untuk segera menyelesaikan administrasi.



Setelah semuanya selesai, kemudian Pak Roni membawa jenazah Ayu kekampung halamannya. Sedih haru menghiasi perjalanan menuju kampong halamannya tak terkecuali dengan Dewi, sang kakak yang sangat menyayangi adiknya it uterus dan terus menangis meneteskan airmatanya dengan menatap dalam-dalam wajah imut adiknya yang mulai memucat. Sebelumnya, Dewipun belum mengetahui sebenarnya bahwa ibu kandungnya sendiri telah meninggalkannya terlebih dahulu.
Kurang lebih memakan waktu sekitar 2-3 jam lamanya, akhirnya rombongan yang membawa jenazah Ayu tiba dipemukiman kumuh tersebut dan langsung menuju rumah kecil milik Dewi yang pernah dia tempati.
Kedatangan mobil jenazah ini ternyata menyita perhatian dan mengejutkan sebagian warga sekitar dan kemudian berbondong-bondong untuk melihat siapa didalam mobil jenazah tersebut.
Setelah para warga mengetahui siapa sebenarnya yang berada didalam mobil jenazah itu, sebagian warga merasa sangat iba akan nasib  yang menimpa keluarga ini.
“Innalillahi wainnaillahi roji’un..!!” Ucap sebagian besar warga yang melayat waktu itu.
“Sungguh malangnya keluarga ini, setelah beberapa hari yang lalu ibunya meninggal, kini anak yang paling kecil meninggal juga. Kasihan Dewi, semoga dia tabah dan tegar menghadapinya dan ikhlas atas rentetan cobaabnya.” celetuk beberapa warga yang melayat dan diamini oleh warga yang lainnya.
“Bu,, Ibu..!! Ayu, Bu..!! teriak Dewi terburu-buru sambil memanggil ibunya.
“Bu, Ibu dimana..?? Dewi pulang, Bu..!!” sambung Dewi sambil mencari keberadaan ibunya.
Lalu dihampirinya sosok Dewi oleh Bu RT sembari memeluknya erat.
“Bu RT..!! Ibu tahu kemana ibuku..??” tanya lirih Dewi dengan suara yang parau.
“Dewi,, ibumu sudah tiada beberapa hari yang lalu. Ibumu sakit keras dan akhirnya tak kuasa menahan sakitnya itu hingga dia meninggal dan sekarang sudah beristirahat dengan tenang dialam sana, kamu yang tabah ya..!! mungkin ini sudah suratan takdir Yang Kuasa dan sebagai cobaan untukmu agar kamu bisa lebih bersabar dan tegar menerima dan menghadapinya.” Bu RT memberitahukan tentang kematian ibunya sambil memeluk erat tubuh Dewi yang seakan-akan mulai roboh setelah mendengar kabar dari Bu RT.
“Bu….Ibu….!!” teriak Dewi sekencang-kencangnya mengaburkan suasana haru nan hening didalam rumah itu.
Dan akhirnya, tubuh Dewi yang lemah tak kuasa menahan kesedihan yang tiada tertampung, Dewi pun pingsan dan tak sadarkan diri hingga beberapa jam lamanya.

Sekian lama tak sadarkan diri, dalam hitungan detik dia kembali siuman dan ikut mengantarkan iring-iringan jenazah untuk menyaksikan prosesi pemakaman adiknya dengan dirangkul oleh beberapa ibu-ibu tetangga dan tantenya Bu Dina.
Ayu dimakamkan disamping makam ibunya dan pusara tersebut berjarak beberapa ratus meter dari rumahnya yang kecil.
Terlihat jelas, Dewi sangat meratapi kepergian adik dan ibunya disaat dia sedang meraih cita-citanya sebagai seorang dokter.
Tangis haru tiada terelakkan ketika tanah merah mulai menutupi sebagian galian tanah yang bersemayam jasad adiknya. Prosesi pemakaman selesai, Dewi mulai menaburkan bunga yang berwarna-warni dan beraroma khas sembari mengelus batu nisan yang bertuliskan nama adiknya Ayu Minarsih Binti Mahmud.
“Ayu, adikku,, maafkan kakak..!! kakak sudah membuat Ayu seperti ini, kakak bangga mempunyai adik yang taat, cantik, manis dan patuh terhadap orang tua. Kakak akan selalu menjaga tanah ini dan akan selalu mengunjungi Ayu disini dan ditempat ini. Semoga Ayu berada dan diterima disisiNya dengan tenang,,, Amin,, maafkan kakak, Dek..!!” Dewi berucap disamping pusara adiknya dengan airmata berlinang tiada henti hingga jatuh dan membasahi sekitar tanah merah didekatnya.
Kemudian setelah itu, dia membalikkan tubuh lemahnya menghadap pusara ibunya yang berada tepat disamping kuburan adiknya Ayu.
“Assalamu’alaikum, Bu..!!” ucap Dewi memberi salam kepada ibunya.
“Ibu, maafkan segala salah dan dosa yang selama ini Dewi pernah lakukan terhadap Ibu maupun Ayu. Dewi salah telah membiarkan ibu dan Ayu selalu memikirkan Dewi, terutama Ayu yang selalu ingin berada disisi Dewi, hingga ibu bisa sakit dan Dewi tidak tahu bahwa ibu sakit keras, kumohon ibu memaafkan Dewi.
Dewi akan mencoba ikhlas dan sabar, Dewi akan mencoba mewujudkan cita-cita yang ibu harapkan, Dewi akan melanjutkan hidup sendiri tanpa ibu dan Ayu. Semoga ibu tenang disisi-Nya dan diterima amal ibadah Ibu, Amin..!!” Ungkapan terdalam Dewi disamping pusara ibunya sembari menempelkan kedua telapak tangannya ditanah yang masih merah lalu mengusapkannya kewajah yang dibarengi dengan tetesan airmata.

Lalu merekapun segera meninggalkan lokasi pemakaman. Perlahan dan sesekali Dewi menatap sekejap pusara adik dan ibunya dengan raut muka yang lesu, mata memerah yang terus menerus meneteskan bulir-bulir bening air matanya sembari digandeng oleh ibu asuhnya Bu Dina.

Hari berganti bulan, dan bulanpun berganti tahun. Sosok Dewi menjadi semakin tegar dan giat dalam menekuni cita-citanya. Dewi yang cepat beranjak dewasa dan siap menerima tantangan dunia, mengisi hari-harinya dengan belajar dan mengenyam pendidikan diploma di universitas ternama dengan mengambil jurusan ilmu kedokteran.
Prestasinya meningkat pesat dan mengagumkan hingga berkali-kali langganan mendapatkan beasiswa pelajar berprestasi yang membawanya keberuntungan dengan mengikuti kuliah diluar negeri.

Bertahun lamanya mengejar gelar, akhirnya dia lulus dengan nilai yang sangat membanggakan dengan mengangkat gelar sebagai sarjana kedokteran.
Hasil kerja kerasnya dalam menimba ilmu, membawanya kembali untuk mengunjungi rumah kecil nan kumuhnya dan mengabdikan diri disana sebagai dokter dengan membangun sebuah rumah sakit dan sekolah untuk orang-orang yang kurang mampu.

SELESAI

0 komentar :

Posting Komentar

Dikomentarin Dong.......!!!

 
;