Dan atas petunjuk alamat tersebut, Pak polisi pun tidak
menyia-nyiakan waktunya untuk mendatangi kediaman Pak Roni.
“Tok…tok…tok…!!” suara pintu diketuk dari luar
“Selamat siang, Pak..!!” Tanya pak polisi
“Siang juga, ada keperluan apa bapak-bapak datang kesini..??”
tanya Pak Roni kebingungan dan sedikit bertanya-tanya.
“Apakah benar ini alamatnya Bpk Roni Suganda..??” Pak polisi
bertanya sambil membacakan nama dan alamat yang yang tertera didalam kartu nama
tersebut.
“Iya, betul.., saya sendiri..!!”
“Ada
yang bisa saya bantu, Pak..!!” kembali Pak Roni bertanya penasaran.
“Begini Pak Roni,, ada seorang anak gadis yang berumur
sekitar 5-6 tahunan tadi pagi mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia
ketika dalam perjalanan menuju rumah sakit akibat pendarahan yang hebat. Dan
sekarang jenazahnya sedang dalam pengawasan dirumah sakit. Apakah Bapak
mengenal anak ini atau merasa kehilangan keluarga..??” Pak polisi mencoba
menjelaskan perihal kedatangannya dan memberitahukan insiden yang menimpa gadis
malang itu.
“Anak..?? saya tidak mempunyai anak, Pak..!! memang sih,
saya mengadopsi anak perempuan tp umurnya sekitar 9 tahun dan itupun sedang
berada diruangannya.” Pak Roni menjelaskan perihal anggota keluarganya dengan
diliputi kebingungan.
“Tapi sebentar, Pak..!! saya tanya dulu kepada istri
saya..!!” sambung Pak Roni.
“Mah,,, mamah..!! kesini dulu, mah..!!” teriak Pak Roni
memanggil istrinya.
“Ada
apa, Pah..!!” Bu Dina membalas sahutannya.
“Lho, kok ada polisi..??”
“Ini kenapa, Pah..?? Papah sudah melakukan kesalahan
apa..??” Bu Dina kebingungan.
“Pak polisi, suami saya salah apa..??” sambung Bu Dina yang
bertanya cemas dan terkejut.
“Ibu,, saya beserta bapak-bapak ini kesini hanya berdasarkan
alamat dalam kartu nama ini, dan kartu nama ini sendiri kami dapati dalam
genggaman seorang anak gadis yang meninggal karena kecelakaan di terminal tadi
pagi.” Terang Pak polisi perihal kedatangannya.
“Gadis kecil,, kecelakaan..??” Bu Dina bertanya heran.
“Saya masih kurang begitu paham maksud dari bapak-bapak
ini..??” sambung Bu Dina lagi.
“Ya sudah,, baiknya Bapak dan Ibu melihat dulu jenazah anak
itu dan ini alamat rumah sakitnya.” Pak Polisi menyarankan agar mengecek ke
rumah sakit.
“Baiklah,, saya akan melihat jenazah anak siapa dan siapa
sebenarnya gadis itu.”
“Bu,,, pamggil Dewi.. kita sama-sama ke rumeh sakit
tersebut.” Pak Roni mengakhiri perbincangannya dengan pak polisi sembari
menyuruh istrinya untuk mengajak Dewi kerumah sakit.
“Wi,, ikut paman dan bibi ke rumah sakit yuk…!! Ajak Bu Dina
sembari memanggil Dewi di kamarnya dengan rasa penuh penasaran.
“Iya, tante..!! kerumah sakit..??”
“Emangnya siapa yang sakit, tante..??” sahut Dewi bertanya dalam kamar.
“Ada
anak kecil yang tertabrak diterminal dan dia menggenggam kartu nama atas nama
Bapak.” Bu Dina menjelaskan maksud dan tujuannya.
“Owh,, kalau begitu, Dewi ganti pakaian dulu sebentar,
tante..!! balas Dewi sambil bergegas mengganti pakaiannya.
Tak berapa lama kemudian mereka sekeluargapun melaju dengan
mobilnya menuju rumah sakit dengan didampingi beberapa polisi yang tadi datang
kerumahnya.
Setibanya dirumah sakit, mereka langsung memarkir mobilnya
ditempat yang telah disediakan dan segera keluar dari dalam mobil menuju lobi
rumah sakit tersebut.
“Pak Roni dan Ibu,, ini rumah sakitnya.” ucap Pak Polisi.
“Terimakasih, Pak..!!” jawab Pak Roni singkat.
“Ayok,,, kita sama-sama masuk..!!” ajak pak polisi.
“Iya,, terimakasih Pak, mari..!!” jawab Pak Roni sambil
mempersilahkan pak polisi untuk berjalan duluan.
Dan setelah Pak polisi tiba didepan pintu ruangan dimana
jenazah anak kecil itu terbaring, pak polisi mempersilahkan keluarga ini untuk
memeriksa jasad tersebut.
“Pak, Bu,,, silahkan bapak sekeluarga masuk dan memeriksa
jenazah anak itu, siapa tahu bapak dan ibu mengenal identitas sebenarnya anak
itu.
“Baik, Pak..!! terimakasih banyak bantuannya..!!” timpal Pak
Roni.
“Ayo, mah,, kita periksa..!!” ajak Pak Roni kepada Dewi dan
istrinya.
Akhirnya mereka bertigapun masuk pelan dengan wajah
diselimuti rasa penasaran akan siapa sebenarnya anak ini hingga bisa memegang
kartu namanya.
Sementara Dewi berjalan dibelakang mereka berdua.
Dan betapa terkejutnya bukan main tatkala Pak Roni
menyibakkan kain yang menutupi mukanya yang tak lain adalah sosok gadis kecil
yang pernah ia temui dan tak lain, adik dari anak asuhnya yang bernama Ayu.
“Laillahailallah,,, Innalillahiwainnaillahi roji’un..!!”
sontak Pak Roni terkejut setelah membuka kain penutup wajah anak itu.
“Mah,, Dewi,, ini Ayu…!!” Pak Roni memberitahu bahwa yang
terbaring tak berdaya adalah Ayu sembari menatap kosong kearah Dewi dan
istrinya.
Sontak Dewi berlari dan mendekati jenazah adiknya sembari
berteriak memanggil nama adiknya yang amat dia sayangi. Sementara Pak Roni dan
Bu Dina hanya terdiam membisu menatap wajah mungil Ayu yang terbaring tak
bernyawa dengan menangis dan kedua belah tangannya menutupi sebagian wajahnya
seakan tak percaya.
“Ayu….Ayu….!!” teriak panjang Dewi seakan memekakkan seluruh
telinga yang berada dalam rumah sakit itu.
“Ayu bangun,, ini kakak sayang..!! maafkan kakak, kakak
tidak bisa menjaga Ayu,,, kakak telah meninggalkan Ayu dan ibu, kakak mohon,,,,
maafkan kakak ya..!!” lirih Dewi disamping jenazah adiknya itu.
“Sudahlah, Nak… sabar..!!” Bu Dina coba menenangkan hati
Dewi.
Dan tak lama kemudian, Pak polisi menghampiri keluarga yang
berkabung ini.
“Apakah jenazah ini bagian dari keluarga Bapak..??” tanya
Pak polisi kepada Pak Roni.
“Iya, Pak..!! saya mengenalnya dengan baik, dia sudah saya
anggap sebagai bagian dari keluarga ini. Dia adalah adik dari anak yang saya
asuh dan itu sudah menjadi tanggungjawab saya dan keluarga, dan saya ucapkan
banyak terimakasih karena bapak telah memberitahu kami akan hal ini” cetus Pak
Roni kepada pak polisi sembari mengucapkan terimakasih.
“Baiklah, Pak..!! saya serahkan sepenuhnya jenazah ini
kepada bapak untuk mengurusnya dengan baik.”
“Kalau begitu, saya permisi pamit, Pak..!!” Pak polisi
menyerahkan barang bawaan Ayu sembari meminta ijin untuk pamit dan langsung
meninggalkan ruangan itu.
Tak lama kemudian petugas kamar jenazah mendatangi keluarga
ini untuk memberitahukan bahwa jenazah Ayu segera akan dibersihkan.
“Nak,, sudah, sabar ya..!! mungkin ini sudah jalannya, kamu
harus ikhlas,, ini cobaan, tegar ya..!!” pinta Bu Dina sambil merangkul tubuh
Dewi untuk membiarkan para perawat untuk mengurus jenazah tersebut.
“Bapak,, Ibu,, dan Adik..!! bisa tunggu diluar sebentar,
saya dan petugas kamar ini akan membersihkan dan memandikan jenazah tersebut.
Dan bapak bisa mengurus administrasinya didepan supaya para petugas bisa
memandikannya dengan segera dan bisa segera dimakamkan.” ucap salah seorang
petugas kamar jenazah sembari mempersiapkan segala keperluan untuk memandikan
jenazah tersebut.
“Baik, Pak..!! terimakasih sebelumnya.!!” sahut Pak Roni.
“Mari, Mah,, Dewi…!! Kita keluar sebentar supaya petugas bisa
lebih focus mengurusnya.” ajak Pak Roni dan menuju keluar ruangan untuk segera
menyelesaikan administrasi.
Setelah semuanya selesai, kemudian Pak Roni membawa jenazah
Ayu kekampung halamannya. Sedih haru menghiasi perjalanan menuju kampong
halamannya tak terkecuali dengan Dewi, sang kakak yang sangat menyayangi
adiknya it uterus dan terus menangis meneteskan airmatanya dengan menatap
dalam-dalam wajah imut adiknya yang mulai memucat. Sebelumnya, Dewipun belum
mengetahui sebenarnya bahwa ibu kandungnya sendiri telah meninggalkannya
terlebih dahulu.
Kurang lebih memakan waktu sekitar 2-3 jam lamanya, akhirnya
rombongan yang membawa jenazah Ayu tiba dipemukiman kumuh tersebut dan langsung
menuju rumah kecil milik Dewi yang pernah dia tempati.
Kedatangan mobil jenazah ini ternyata menyita perhatian dan
mengejutkan sebagian warga sekitar dan kemudian berbondong-bondong untuk
melihat siapa didalam mobil jenazah tersebut.
Setelah para warga mengetahui siapa sebenarnya yang berada
didalam mobil jenazah itu, sebagian warga merasa sangat iba akan nasib yang menimpa keluarga ini.
“Innalillahi wainnaillahi roji’un..!!” Ucap sebagian besar
warga yang melayat waktu itu.
“Sungguh malangnya keluarga ini, setelah beberapa hari yang
lalu ibunya meninggal, kini anak yang paling kecil meninggal juga. Kasihan
Dewi, semoga dia tabah dan tegar menghadapinya dan ikhlas atas rentetan
cobaabnya.” celetuk beberapa warga yang melayat dan diamini oleh warga yang
lainnya.
“Bu,, Ibu..!! Ayu, Bu..!! teriak Dewi terburu-buru sambil
memanggil ibunya.
“Bu, Ibu dimana..?? Dewi pulang, Bu..!!” sambung Dewi sambil
mencari keberadaan ibunya.
Lalu dihampirinya sosok Dewi oleh Bu RT sembari memeluknya
erat.
“Bu RT..!! Ibu tahu kemana ibuku..??” tanya lirih Dewi
dengan suara yang parau.
“Dewi,, ibumu sudah tiada beberapa hari yang lalu. Ibumu
sakit keras dan akhirnya tak kuasa menahan sakitnya itu hingga dia meninggal
dan sekarang sudah beristirahat dengan tenang dialam sana, kamu yang tabah ya..!! mungkin ini
sudah suratan takdir Yang Kuasa dan sebagai cobaan untukmu agar kamu bisa lebih
bersabar dan tegar menerima dan menghadapinya.” Bu RT memberitahukan tentang
kematian ibunya sambil memeluk erat tubuh Dewi yang seakan-akan mulai roboh
setelah mendengar kabar dari Bu RT.
“Bu….Ibu….!!” teriak Dewi sekencang-kencangnya mengaburkan
suasana haru nan hening didalam rumah itu.
Dan akhirnya, tubuh Dewi yang lemah tak kuasa menahan
kesedihan yang tiada tertampung, Dewi pun pingsan dan tak sadarkan diri hingga
beberapa jam lamanya.
Sekian lama tak sadarkan diri, dalam hitungan detik dia
kembali siuman dan ikut mengantarkan iring-iringan jenazah untuk menyaksikan
prosesi pemakaman adiknya dengan dirangkul oleh beberapa ibu-ibu tetangga dan
tantenya Bu Dina.
Ayu dimakamkan disamping makam ibunya dan pusara tersebut
berjarak beberapa ratus meter dari rumahnya yang kecil.
Terlihat jelas, Dewi sangat meratapi kepergian adik dan
ibunya disaat dia sedang meraih cita-citanya sebagai seorang dokter.
Tangis haru tiada terelakkan ketika tanah merah mulai
menutupi sebagian galian tanah yang bersemayam jasad adiknya. Prosesi pemakaman
selesai, Dewi mulai menaburkan bunga yang berwarna-warni dan beraroma khas
sembari mengelus batu nisan yang bertuliskan nama adiknya Ayu Minarsih Binti
Mahmud.
“Ayu, adikku,, maafkan kakak..!! kakak sudah membuat Ayu
seperti ini, kakak bangga mempunyai adik yang taat, cantik, manis dan patuh
terhadap orang tua. Kakak akan selalu menjaga tanah ini dan akan selalu
mengunjungi Ayu disini dan ditempat ini. Semoga Ayu berada dan diterima
disisiNya dengan tenang,,, Amin,, maafkan kakak, Dek..!!” Dewi berucap
disamping pusara adiknya dengan airmata berlinang tiada henti hingga jatuh dan
membasahi sekitar tanah merah didekatnya.
Kemudian setelah itu, dia membalikkan tubuh lemahnya
menghadap pusara ibunya yang berada tepat disamping kuburan adiknya Ayu.
“Assalamu’alaikum, Bu..!!” ucap Dewi memberi salam kepada
ibunya.
“Ibu, maafkan segala salah dan dosa yang selama ini Dewi
pernah lakukan terhadap Ibu maupun Ayu. Dewi salah telah membiarkan ibu dan Ayu
selalu memikirkan Dewi, terutama Ayu yang selalu ingin berada disisi Dewi,
hingga ibu bisa sakit dan Dewi tidak tahu bahwa ibu sakit keras, kumohon ibu
memaafkan Dewi.
Dewi akan mencoba ikhlas dan sabar, Dewi akan mencoba
mewujudkan cita-cita yang ibu harapkan, Dewi akan melanjutkan hidup sendiri
tanpa ibu dan Ayu. Semoga ibu tenang disisi-Nya dan diterima amal ibadah Ibu,
Amin..!!” Ungkapan terdalam Dewi disamping pusara ibunya sembari menempelkan
kedua telapak tangannya ditanah yang masih merah lalu mengusapkannya kewajah
yang dibarengi dengan tetesan airmata.
Lalu merekapun segera meninggalkan lokasi pemakaman.
Perlahan dan sesekali Dewi menatap sekejap pusara adik dan ibunya dengan raut
muka yang lesu, mata memerah yang terus menerus meneteskan bulir-bulir bening
air matanya sembari digandeng oleh ibu asuhnya Bu Dina.
Hari berganti bulan, dan bulanpun berganti tahun. Sosok Dewi
menjadi semakin tegar dan giat dalam menekuni cita-citanya. Dewi yang cepat
beranjak dewasa dan siap menerima tantangan dunia, mengisi hari-harinya dengan
belajar dan mengenyam pendidikan diploma di universitas ternama dengan
mengambil jurusan ilmu kedokteran.
Prestasinya meningkat pesat dan mengagumkan hingga
berkali-kali langganan mendapatkan beasiswa pelajar berprestasi yang membawanya
keberuntungan dengan mengikuti kuliah diluar negeri.
Bertahun lamanya mengejar gelar, akhirnya dia lulus dengan
nilai yang sangat membanggakan dengan mengangkat gelar sebagai sarjana
kedokteran.
Hasil kerja kerasnya dalam menimba ilmu, membawanya kembali
untuk mengunjungi rumah kecil nan kumuhnya dan mengabdikan diri disana sebagai
dokter dengan membangun sebuah rumah sakit dan sekolah untuk orang-orang yang
kurang mampu.
SELESAI
0 komentar :
Posting Komentar
Dikomentarin Dong.......!!!