Aku adalah cerminan seorang pendamping wanita.
Dan aku adalah Anton, seorang anak petani sederhana dengan
kehidupan yang serba pas-pasan. Yang jauh dari gemerlap kemewahan dan glamornya
kehiduan kota.
Rasanya aku ingin menghilang dari tempat ini. Ingin aku
menutup wajahku dan berlari menjauh dan semakin menjauh. Namun istriku terlihat
begitu santai dengan ini semua. Istriku sama sekali tidak memperdulikan tatapan
mata mereka semua. Walaupun mereka semua adalah sahabat SMA kami dulu,
namun tatapan mereka padaku telah
berubah.
Wajar saja, ini adalah reuni SMA kami setelah 20 tahun.
Sahabat – sahabatku semua sudah berubah. Aku dan istriku adalah teman satu
angkatan dulu, jadi kami berdua menghadiri reunion ini dan berharap bias bernostalgia
dengan masa-masa SMA dulu. Namun semua berbeda dari apa yang aku harapkan
selama ini.
“Ton, apa kabarmu..?? dimana kamu sekarang bekerja..?” kata
Dendi seraya menepuk bahuku.
“emmhh, aku melanjutkan garapan sawah ayahku,” kataku
“Hahahaha, hebat. Kalau begitu kamu harus konsultasi dengan
Tomi. Dia itu sarjana pertanian IPB.” Kata Dendi terlihat bersemangat menunjuk
kearah Tomi, dan aku terdiam.
“Dengar-dengar dia ingin melanjutkan studinya dengan
mengambil gelar doctor dijurusan itu. Yaahh,
mungkin dia tidak ingin kalah dengan diriku. Hahaha.” Kata Dendi melanjutkan,
dan aku semakin diam membisu.
Mengapa mereka semua membicarakan hal-hal seperti ini…?? Aku
piker reuni ini untuk mengenang kembali
masa-masa dulu. Aku piker reuni ini untuk melepas rasa rindu pada kenangan masa lalu dulu. Mengapa
mereka membahas sesuatu yang sama sekali tidak aku mengerti..?? dan mengapa aku
merasa asing disini…??
Aku memperhatikan wajah istriku dari kejauhan. Wajahnya
ceria, sama seperti 20 tahun yang lalu. Mengapa aku tidak bisa seperti dia..??
ceria dan percaya diri menghadapi teman-temanku.
Apakah karena aku memperhatikan baju istriku yang mulai
terlihat kusam. Baju itu adalah satu-satunya baju paling bagus yang
dimilikinya. Itu aku belikan dua tahun yang lalu saat lebaran tiba.
Semakin minder aku melihat teman-teman wanitanya yang kini
terkihat lebih modis dan anggun dengan perhiasan yang melingkar dijemari dan
tangan mereka. Sementara istriku hanya memiliki satu cincin emas yang aku belikan saat pernikahan 20
tahun yang lalu. Melihat jilbabnya yang kusam, ingin rasanya aku menangis.
Aku mencoba berjalan mendekatinya dengan gemetar. Aku
berencana mengajaknya pergi dari ruangan yang membuat aku sesak ini. Aku merasa
telah gagal menjadi seorang suami yang tidak bisa memberikan kebahagiaan
padanya. Aku harus mengajaknya pergi sebelum dia menyadari, hanya kami
berdualah yang terlihat kumuh diruangan ini.
“Windy, lihatlah ini. Pacarku membelikan tas ini saat dia
pulang dari Perancis. Kau tahu..?? harganya sama dengan harga seratus tas biasa
disini,” kata Helen berbicara pada istriku.
“Owwhh, kamu Anton kah..? kamu kan suaminya Windy..?” Tanya Helen
kepadaku.
“Iya,” jawabku singkat. Aku kemudian menatap wajah Windy dan menganggukkan kepala
mengajaknya pergi. Tapi Windy istriku hanya tersenyum. Dia lalu melanjutkan
perbincangannya dengan Helen.
“Iya Len, tasmu bagus,” kata istriku sambil tersenyum.
“Gimana, kamu ingin membeli tas yang seperti ini..??” Tanya Helen
menggebu.
“Hehe, nggak usah.
Tasku ini sudah cuku mewah bagiku,” kata istriku sambil memperlihatkan tas yang
dibawanya.
“Mewah..?? itukan hanya tas yang harganya biasa saja..??” Tanya
Helen meremehkan.
“Mungkin tak berharga, tapi nilainya untukku sangat berarti,”
kata istriku.
“Nilai..??” Tanya Helen bingung.
“Benar. Ini adalah hadian pernikahan yang diberikan suamiku.
Dan nilainya tidak bisa dibeli oleh uang berapapun,” kata istriku seraya
memeluk lenganku. Helen terdiam seribu bahasa, lalu berlalu pergi dengan
senyuman sinis.
Dadaku bergetar
hebat. Aku merasa bahagia dan haru dalam waktu yang sama. Membuatku
merasa lebih kuat dan lebih berani jauh dari sebelumnya. Aku merasa sangat
bangga dan percaya diri kembali. Kemudian kami mengikuti acara reunian ini
sampai selesai.
Saat kami berpisah dengan sahabatku, aku bisa tersenyum
seperti dulu. Meski mereka pulang dengan kendaraan mewah, aku tak peduli yang
sementara aku hanya menggunakan sebuah angkutan umum.
Lalu didalam sebuah angkot menuju pulang kerumah, aku
bertanya ada istriku.
“Kamu serius waktu tadi berbicara pada Helen..??” tanyaku.
“Tentu saja sayangku. Didunia ini ada hal yang berharga yang
mampu dibeli oleh mereka yang bergelimangan harta. Namun hal-hal yang bernilai
tidak semua orang mampu memilikinya,” kata istriku sambil tersenyum.
Aku memegang tangannya. Dan dia bersandar dibahuku sambil
menikmati pemandangan lewat kaca angkot yang buram. Saat ini, aku benar-benar
bahagia. Namun aku juga berjanji akan berusaha lebih keras lagi untuk membuat
istriku ini bahagia. Aku berjanji akan mengisi kehidupannya dengan hal-hal yang
jauh lebih bernilai dan berharga.
Aku lama memperhatikan wajahnya yang cantik nan ayu. Ku
eratkan genggaman tanganku. Aku meneteskan bulir air mata bahagia, lalu aku
berkata dalam hati.
“Ya Tuhan, terimakasih kau telah mengizinkan aku menjadi
pendamping wanita yang sederhana ini. Sungguh, aku benar-benar mencintai wanita
ini. Jauhkan segala hal-hal yang membuat kami berdua berselisih dan jagalah
kekuatan cinta kami ini, Amin.”

0 komentar :
Posting Komentar
Dikomentarin Dong.......!!!